Selasa, 21 Oktober 2008

REKAM JEJAK ALUMNI MST PARABEK, Hamka


Hamka, Istiqamah

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan HAMKA dilahirkan dari pasangan Haji Karim Amrullah (Inyiak DR) dan Siti Safiah. Beliau lahir di Sungai Batang , Maninjau 17 Februari 1908 bertepatan dengan 14 Muharram 1326.
HAMKA mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga Darjah Dua. Ketika usia HAMKA mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ HAMKA mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. HAMKA juga belajar di Sumatera Thawalib Parabek dengan bimbingan Syekh Ibrahim Musa yang juga merupakan sahabat dari ayahnya (inyiak DR). Ia juga mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syekh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjoparonto dan Ki Bagus Hadikusumo.
Atas dorongan kawan-kawanya, pada usia 19 tahun tanpa sepengetahuan ayahnya HAMKA berangka naik haji melalui Medan. Dengan uang pas-pasan untuk tiket kapal pulang-pergi, dia tinggal di Mekah dan bekerja selama 1 tahun. Setahun kemudian ia pulang ke Medan dan diantar oleh Haji Yusuf Amrullah (adik bapaknya)pulang ke kampung halamannya. Ayahnya (Inyiak DR) sempat menitikkan air mata ketika tahu si Malik (maksudnya Hamka) sudah jadi haji. Padahal sang ayah pernah bertekad untuk mengantar HAMKA untuk naik haji pada usia 10 tahun, namun tidak terlaksana karena hubungan keduanya kurang mesra. Ingat tekat ayahnya itulah HAMKA ke Tanah Suci walau dengan segala keterbatasan finansial. Inilah yang mebuat ayahnya terharu dan menitikkan air mata.
Pada masa orde baru Tahun 1981, Majelis Ulama Indonesia Indonesia menyatakan bahwa "Natal bersama adalah Haram", pernyataan ini ditanda-tangani oleh beliau selaku Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Fatwa ini ibarat nada sumbang dalam orkestra Orde Baru, Alamsjah Ratuprawiranegara menteri Agama saat itu meminta agar fatwa tersebut dibatalkan. Namun HAMKA tetap Istiqamah dengan pendiriannya, ia memilih mundur dari MUI dari pada mencabut fatwa "haram natal bersama". Pada kesempatan lain HAMKA juga mengecam pembangunan Kota Jakarta dengan dana dari hasil judi dibawah kepemimpinan Ali Sadikin. Beliau tetap Istiqamah, beliau tidak takut akan bahaya kalau bersebrangan dengan pemerintah ORBA dan beliau hanya takut semata-mata kepada Allah.
Hamka pernah bertanya kepada ayahnya ketika Inyiak DR menolak "Keire" (membungkuk memhormati kaisar Jepang). "Apakah Ayah tidak takut disiksa atau dipotong leher oleh Kempetai (tentara) Jepang? Inyiak DR menjawab "ayah tidak takut meskipun harus berpisah leher ini dengan badan, tapi ayah takut akan pertanyaan setelah leher ini dipotong (maksudnya hari Kiamat). (Ditulis dari berbagai sumber, media cetak, internet maupun media lainnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan Komentar anda disini