Kamis, 23 Oktober 2008

Menelusuri Jejak Ulama Inyiak Parabek, Kitab Bermazhab Syafi’i Tapi Bukan NU

Nama besar Sumatera Thawalib Parabek sudah dikenal sejak lama. Bukan saja di Indonesia, tetapi sampai ke luar negeri. Sekolah ini telah melahirkan tokoh-tokoh ternama, sebut saja Adam Malik (Wakil Presiden RI), Buya HAMKA (Ketua MUI), Buya Dt. Palimo Kayo (Ketua MUI Sumbar), Buya Yunan Nasution (DDI),

KH. Ghafar Ismail (Ulama Pekalongan), A. Kamal SH (mantan Walikota Bukittinggi), Misbah Malim, LC M.A. (DDI Pusat) dan banyak lagi yang lainnya. Pelajar Sumatera Thawalib berasal dari berbagai daerah di Sumatera (Riau, Jambi, Palembang, Medan, Aceh). Mereka datang untuk mendalami kitab kuning yang menjadi spesialisi dari Inyiak Parabek.

Khususnya tata cara penetapan hukum berdasarkan Al quran dan hadist Rasulllah SAW atau yang dikenal dengan istinbat. Dulunya, para ulama punya spesialisasi ilmu tersendiri. Inyiak Canduang fasih dalam masalah fiqih, ushul fikih di Parabek, spesialis bahasa di Padangpanjang. Antara Inyiak Parabek dengan Inyiak Padangpanjang merupakan kawan seperguruan di Mekah, bersama Syech Ahmad Khatib, urang awak asal Batutaba yang menjadi Imam besar di Masjidil Haram.
Ketika kembali ke Minangkabau, Inyiak Parabek mendirikan Sumatera Thawalib di Parabek, Inyiak Karim Amarullah (orangtua Buya Hamka) mendirikan Thawalib di Padangpanjang. Berdirinya Madrasah tahun 1910 dimulai dengan halaqah di Parabek. Lama pendidikannya variatif bahkan ada yang mencapai 11 tahun. Namun sejak tahun 1980 sampai sekarang menjadi 6 tahun. Bedanya, sekarang ada pendidikan Takhashus. Jadi murid Parabek yang telah tamat tapi merasa belum puas dengan ilmunya bisa menambah pendidikan non formal.

Ada yang menarik dari Madrasah Thawalib Parabek. Menurut Wakil Pimpinan Pondok Pesantren Sumatera Thawalib Parabek, Buya Deswandi, sekalipun Thawalib lebih banyak menggunakan kitab bermazhab Syafei tetapi posisinya netral (tidak Muhammadiyah, bukan pula NU). Syekh Ibrahim Musa selalu menekankan prinsip “pelajari semua, amalkan satu”. Ciri khas lainnya lebih menitikberatkan pada ilmu alat (Nahu, Sharaf, ushul fiqh, balaghah). Jadi mengkaji agama dengan memakai alat.

“Orang sekarang terlalu berani menafsirkan Alquran. Seringkali hanya berbekal sedikit bahasa Arab lantas menafsirkan Alquran. Padahal, untuk menterjemahkan Alquran harus menguasai bahasa, sastra dan ilmu balaghah. Kalau tidak demikian, bisa sesat. Dulunya sangat ditekankan, selesai dulu ilmu alat, baru bisa berfatwa,” jelas Deswandi. Untuk menjaga kelanjutan perguruan, Sumatera Thawalib menerapkan disiplin ketat. Semua guru Parabek adalah guru tetap dan dilarang melamar menjadi PNS. Pokoknya tidak boleh ada guru sambilan. Ini sangat prinsipil karena orang memasukkan anaknya ke Parabek untuk sebuah pencapaian masa depan yang lebih baik.Agar guru bertahan, pihak perguruan memberikan fasilitas dan sarana yang memadai. Kini perguruan yang sudah berumur ratusan tahun itu memiliki 570 murid yang berasal dari Malaysia dan seluruh Sumatera.

Sekolah ini memiliki 29 orang guru tetap, 3 orang Syekh Madrasah, dan 12 orang karyawan. Bahkan saat ini, Sumatera Thawalib Parabek juga mempunyai tenaga pengajar dari Mesir, yakni DR. Hamdi Sulaiman, yang dikirim langsung dari Mesir oleh Al Azhar University.

Dikirimnya tenaga Mesir itu, menurut Buya Deswandi, karena mahasiswa dari Sumatera Thawalib Parabek yang kuliah di Al Azhar University memiliki prestasi sangat bagus. Mereka mampu mengalahkan mahasiswa lainnya yang berasal beberapa negara termasuk dari Arab dan Yaman. Padahal dari segi penguasaan bahasa, jelas Arab dan Yaman lebih menonjol. Namun mahasiswa dari Parabek itu mampu menjadi yang terbaik.

Sebagai pendiri Sumatera Thawalib Parabek dan sekalipun pernah menegaskan tanpa aliran politik Syekh Ibrahim Musa pernah berkarir anggota Dewan Konstituante RI tahun 1956. Di luar itu sebagai Ketua Majelis Fatwa dan Syura Sumatera Tengah,, anggota Dewan Kurator Universitas Andalas, Anggota Majelis Islam Tinggi di Bukittinggi 1947, Pengurus Persatuan Guru Agama Islam (PGAI) Sumatera Barat, Dosen Perguruan Tinggi Darul Hikmah dan lainnya.

Inyiak Parabek boleh saja meninggalkan Thawalib, namun Sumatera Thawalib Parabek tetap menjadi pusat pendidikan unggulan. Konsen untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan integratif antara ilmu agama dan umum, berkualitas dan mampu bersaing. Tak kalah penting lulusan yang memiliki jiwa kepemimpinan yang agamis.
Dikutip dari: Padang Ekspres

3 komentar:

  1. Alumni 081:13 PM

    AssalamMualaikum.Ana alumni 08 Nich.Ana hanya Mw bLg ini jayyid jiddan, kReatif Dech, BarakhAllahhu fiikum........Wassalam

    BalasHapus
  2. Anonim4:40 PM

    Ass Asatiz. ambo alumni 93, jadi apo tu kitab-kitab yang dimaksud tu? yang bermazhab Syafi'i tapi tidak NU. tolonglah dilengkapi artikelnyo. ambo alah kirim e mail kalau lai diraso cocok tlg dimuek. tulisan tentang Inyiak Parabek dan MST: Pembaharuan Islam di Minangkabau Awal abad ke-20. Jayusman

    BalasHapus

Tuliskan Komentar anda disini