Jumat, 31 Oktober 2008

ABU NAWAS, Bahaya KKN

KPK (Komite Pemberantasan Korupsi) saat ini sangat gencar memberantas dan menkampanyekan bahaya KKN dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Abu Nawas memberikan pelajaran berharga untuk para pelaku KKN. Ikutilah kisah berikut ini :

Pembawa kabar baik bagi Sultan biasanya mendapatkan hadiah dari Sultan. Abu Nawas memiliki kabar baik untuk Sultan. maka ia pergi ke istana untuk untuk menyampaikannya. Didepan gerbang masuk istana ia dihadang penjaga "mas mau kemana sampean?" tanya penjaga gerbang.
Abu Nawas menjawab "mau menghadap sultan!" ujarnya.
"Mau ngapain?"
"Mau menyampaikan kabar baik buat sultan."
"Mas sampean boleh saja menemui Sultan tapi dengan syarat"
"Syaratnya apaan?"
"Syaratnya adalah kalau mas dapat hadiah dari sultan separohnya buat saya,"
Sejenak Abu Nawas berfikir, lantas sambil tersenyum ia menjawab, "oke saya janji". Abu Nawas masuk ke istana tanpa dihalangi penjaga gerbang. Sesampainya didepan Sultan, Abu Nawas menceritakan kabar baik, Sultan kelihatan gembira mendengar cerita Abu Nawas. "Pilih sendiri, hadiah apa yang kau inginkan,"katanya.
"Lima puluh cambukan," jawab Abu Nawas.
Usai dicambuk Abu Nawas keluar istana. Ketika sampai di pintu gerbang istana, ia dicegat oleh penjaga.
"Hai Abu Nawas! ketika hendak masuk ke stana ini kita telah mengadakan perjanjian. Masak kau lupa pada janjimu itu? Jika engkau diberi hadiah oleh Baginda maka engkau berkata: Aku bagi dua; engkau satu bagian, aku satu bagian. Nah, sekarang mana bagianku itu?"
"Hai penjaga pintu gerbang, apakah kau benar-benar menginginkan hadiah
Baginda yang diberikan kepada tadi?"
"lya, tentu itu kan sudah merupakan perjanjian kita?"
"Baik, aku berikan separoh hadiah yang kuterima dari Sultan!"
"Wah ternyata kau baik hati Abu Nawas. Memang harusnya begitu, kau kan sudah sering menerima hadiah dari Baginda."
Tanpa banyak cakap lagi Abu Nawas mengambil sepotong kayu lalu penjaga itu dipukulinya sebanyak dua puluh lima kali.Tentu saja orang itu
menjerit-jerit kesakitan dan menganggap Abu Nawas telah menjadi gila dan mengadukan kelakuan Abu Nawas itu kepada Sultan.
"Ya, Tuanku Syah Alam, ampun beribu ampun. Hamba datang kemari mengadukan Abu Nawas yang telah memukul hamba sebanyak dua puluh lima kali tanpa suatu kesalahan. Hamba mohom keadilan dari Tuanku Baginda."
Baginda segera memerintahkan pengawal untuk memanggil Abu Nawas. Setelah
Abu Nawas berada di hadapan Baginda ia ditanya."Hai Abu Nawas! Benarkah kau
telah memukuli penunggu pintu gerbang kota ini sebanyak dua puluh lima kali
pukulan?"
Berkata Abu Nawas,"Ampun Tuanku, hamba melakukannya karena sudah sepatutnya dia menerima pukulan itu."
"Apa maksudmu? Coba kau jelaskan sebab musababnya kau memukuli orang
itu?" tanya Baginda.
"Tuanku,"kata Abu Nawas."Hamba dan penunggu pintu gerbang ini telah
mengadakan perjanjian bahwa jika hamba diberi hadiah oleh Baginda maka
hadiah tersebut akan dibagi dua. Satu bagian untuknya satu bagian untuk saya.
Nah pagi tadi hamba menerima hadiah lima puluh kali pukulan, maka saya
berikan pula hadiah dua puluh lima kali pukulan kepadanya sesuai dengan janji saya."
"Hai penunggu pintu gerbang, benarkah kau telah mengadakan perjanjian seperti itu dengan Abu Nawas?" tanya Baginda.
"Benar Tuanku,"jawab penunggu pintu gerbang.
"Tapi hamba tiada mengira jika Baginda memberikan hadiah pukulan."
"Hahahahaha Dasar tukang peras, sekarang kena batunya kau!"sahut Sultan."Abu Nawas tiada bersalah, bahkan sekarang aku tahu bahwa penjaga pintu gerbang istana adalah orang yang suka narget, suka memeras orang! Kalau kau tidak merubah kelakuan burukmu itu sungguh aku akan memecat dan menghukum kamu!"
Selengkapnya...

Kamis, 30 Oktober 2008

ABU NAWAS, Mengecoh raja

Sudah menjadi hukum bagi siapa saja yang tidak sanggup melaksanakan titah Baginda, maka tak disangsikan lagi ia akan mendapat hukuman. Baginda tahu Abu Nawas amat takut kepada beruang. Suatu hari Baginda memerintahkan prajuritnya menjemput Abu Nawas agar bergabung dengan rombongan Baginda Raja Harun Al Rasyid berburu beruang. Abu Nawas merasa takut dan gemetar tetapi ia tidak berani menolak perintah Baginda. Dalam perjalanan menuju ke hutan, tiba-tiba cuaca yang cerah berubah menjadi mendung. Baginda memanggil Abu Nawas. Dengan penuh rasa hormat Abu Nawas mendekati Baginda. "Tahukah mengapa engkau aku panggil?" tanya Baginda tanpa sedikit pun senyum diwajahnya."Ampun Tuanku, hamba belum tahu." kata Abu Nawas."Kau pasti tahu bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Hutan masih jauh dari
sini. Kau kuberi kuda yang lamban. Sedangkan aku dan pengawal-pengawalku
akan menunggang kuda yang cepat. Nanti pada waktu santap siang kita berkumpul di tempat peristirahatanku. Bila hujan turun kita harus menghindarinya dengan cara kita masing-masing agar pakaian kita tetap kering."Sekarang kita berpencar." Baginda menjelaskan.Kemudian Baginda dan rombongan mulai bergerak. Abu Nawas kini tahu
Baginda akan menjebaknya. la harus mancari akal. Dan ketika Abu Nawas
sedang berpikir, tiba-tiba hujan turun.Begitu hujan turun Baginda dan rombongan segera memacu kuda untuk mencapai tempat perlindungan yang terdekat. Tetapi karena derasnya hujan, Baginda dan para pengawalnya basah kuyup. Ketika santap siang tiba Baginda segera menuju tempat peristirahatan. Belum sempat baju Baginda dan para
pengawalnya kering, Abu Nawas datang dengan menunggang kuda yang lamban.
Baginda dan para pengawal terperangah karena baju Abu Nawas tidak basah.
Padahal dengan kuda yang paling cepat pun tidak bisa mencapai tempat
berlindung yang paling dekat. "Terus terang begaimana caranya menghindari hujan, wahai Abu Nawas." tanya Baginda. "Mudah Tuanku yang mulia." kata Abu Nawas sambil tersenyum."Sedangkan aku dengan kuda yang cepat tidak sanggup mencapai tempat
berteduh terdekat, apalagi dengan kuda yang lamban ini." kata Baginda. "Hamba sebenarnya tidak melarikan diri dari hujan.Tetapi begitu hujan turun hamba secepat mungkin melepas pakaian hamba dan segera melipatnya, lalu mendudukinya. Ini hamba lakukan sampai hujan berhenti." Diam-diam Baginda Raja mengakui kecerdikan Abu Nawas.

Melihat masalah dari berbagai sisi dapat membuka pikiran menemukan solusi yang tepat.
Selengkapnya...

ABU NAWAS, Selalu ada solusi

Selalu ada solusi disetiap masalah kehidupan, ikuti kisah Abu Nawas berikut ini dan temukan solusinya.

Mimpi buruk yang dialami Baginda Raja Harun Al Rasyid berdampak buruk bagi Abu Nawas Dia diusir dari negeri Baghdad. Abu Nawas tidak berdaya.Bagaimana pun ia harus segera menyingkir meninggalkan negeri Baghdad hanya karena mimpi. Masih jelas terngiang ngiang kata-kata Baginda Raja di telinga Abu Nawas.
"Tadi malam aku bermimpi bertemu dengan seorang laki-laki tua. la mengenakan jubah putih. la berkata bahwa negerinya akan ditimpa bencana bila orang yang bernama Abu Nawas masih tetap tinggal di negeri ini. la harus diusir dari negeri ini sebab orang itu membawa kesialan. ia boleh kembali ke negerinya dengan syarat tidak boleh dengan berjalan kaki, berlari, merangkak, melompat lompat dan menunggang keledai atau binatang tunggangan yang lain."
Dengan bekal yang diperkirakan cukup Abu Nawas mulai meninggalkan rumah dan istrinya. Istri Abu Nawas hanya bisa mengiringi kepergian suaminya dengan deraian air mata.
Sudah dua hari penuh Abu Nawas mengendarai keledainya. Bekal yang dibawanya mulai menipis. Abu Nawas tidak terlalu meresapi pengusiran dirinyadengan kesedihan yang terlalu mendalam. Sebaliknya Abu Nawas merasa
bertambah yakin bahwa Tuhan Yang Maha Perkasa akan segera menolong keluar dari kesulitan yang sedang melilit pikirannya. Bukankah tiada seorangteman pun yang lebih baik daripada Allah SWT dalam saat-saat seperti itu? Setelah beberapa hari Abu Nawas berada di negeri orang, ia mulai diserang rasarindu yang menyayat-nyayat hatinya yang paling dalam. Rasa rindu itu makin lama makin menderu-deru seperti dinginnya jamharir. Sulit untuk dibendung.Memang, tak ada jalan keluar yang lebih baik daripada berpikir. Tetapi dengan akal apakah ia harus melepaskan diri? Begitu tanya Abu Nawas dalam hati.Apakah aku akan meminta bantuan orang lain dengan cara menggendongku dari negeri ini sampai ke istana Baginda? Tidak! Tidak akan ada seorang pun yang sanggup melakukannya. Aku harus bisa menolong diriku sendiri tanpa melibatkan orang lain. Pada hari kesembilanbelas Abu Nawas menemukan cara lain yang tidak termasuk larangan Baginda Raja Harun Al Rasyid. Setelah segala sesuatunyadipersiapkan, Abu Nawas berangkat menuju ke negerinya sendiri. Perasaan rindu dan senang menggumpal menjadi satu. Kerinduan yang selama ini melecut-lecut semakin menggila karena Abu Nawas tahu sudah semakin dekat dengan kampung halaman.Mengetahui Abu Nawas bisa pulang kembali, penduduk negeri gembira. Desas-desus tentang kembalinya Abu Nawas segara menyebar secepat bau semerbak bunga yang menyerbu hidung.Kabar kepulangan Abu Nawas juga sampai ke telinga Baginda Harun Al Rasyid.Baginda juga merasa gembira mendengar berita itu tetapi dengan alasan yang sama sekali berbeda. Rakyat gembira melihat Abu Nawas pulang kembali,karena mereka mencintainya. Sedangkan Baginda Raja gembira mendengar Abu Nawas pulang kembali karena beliau merasa yakin kali ini pasti Abu Nawas tidak akan bisa mengelak dari hukuman. Namun Baginda amat kecewa dan merasa terpukul melihat cara Abu Nawas pulang ke negerinya. Baginda sama sekali tidak pernah membayangkan kalau Abu Nawas ternyata bergelayut di bawah perut keledai. Sehingga Abu Nawas terlepas dari sangsi hukuman yang akan dijatuhkan karena memang tidak bisa dikatakan telah melanggar larangan Baginda Raja. Karena Abu Nawas tidak mengendarai keledai
Selengkapnya...

Abu Nawas

Orang Indonesia begitu akrab dengan sosok Abu Nawas (nama ini jauh lebih populer dibanding nama aslinya) lewat cerita-cerita humor bijak dan sufi. Sejatinya, penyair yang bernama lengkap Abu Nuwas Al-Hasan bin Hini Al-Hakami itu memang seorang humoris yang lihai dan cerdik dalam mengemas kritik berbungkus humor.

Penyair yang dikenal cerdik dan nyentrik itu tak diketahui secara pasti tempat dan waktu kelahirannya. Diperkirakan, Abu Nuwas terlahir antara tahun 747 hingga 762 M. Ada yang menyebut tanah kelahirannya di Damaskus, ada pula yang meyakini Abu Nuwas berasal dari Bursa. Versi lainnya menyebutkan dia lahir di Ahwaz.

Yang jelas, Ayahnya bernama Hani seorang anggota tentara Marwan bin Muhammad atau Marwan II- Khalifah terakhir bani Umayyah di Damaskus. Sedangkan ibunya bernama Golban atau Jelleban seorang penenun yang berasal dari Persia. Sejak lahir hingga tutup usia, Abu Nuwas tak pernah bertemu dengan sang ayah.

Ketika masih kecil, sang ibu menjualnya kepada seorang penjaga toko dari Yaman bernama, Sa'ad Al-Yashira. Abu Nuwas muda bekerja di toko grosir milik tuannya di Basra, Irak. Sejak remaja, otak Abu Nuwas yang encer menarik perhatian Walibah ibnu A-Hubab, seorang penulis puisi berambut pirang. Al-Hubab pun memutuskan untuk membeli dan membebaskan Abu Nuwas dari tuannya.

Sejak itu, Abu Nuwas pun terbebas dari statusnya sebagai budak belian. Al-Hubab pun mengajarinya teologi dan tata bahasa. Abu Nuwas juga diajari menulis puisi. Sejak itulah, Abu Nuwas begitu tertarik dengan dunia sastra. Ia kemudian banyak menimba ilmu dari seorang penyair Arab bernama Khalaf Al-Ahmar di Kufah.

Sang guru memerintahkannya untuk berdiam di padang pasir bersama orang-orang badui untuk mendalami dan memperhalus pengetahuan bahasa Arabnya selama satu tahun. Setelah itu, dia hijrah ke Baghdad yang merupakan metropolis intelektual abad pertengahan di era kepemimpinan Khalifah Harun Ar-Rasyid.
Karir Abu Nuwas di dunia sastra pun makin kinclong setelah kepandaiannya menulis puisi menarik perhatian Khalifah Harun Al-Rasyid. Melalui perantara musikus istana, Ishaq al-Wawsuli, Abu Nawas akhirnya didapuk menjadi penyair istana (sya'irul bilad). Abu Nawas pun diangkat sebagai pendekar para penyair. Tugasnya menggubah puisi puji-pujian untuk khalifah.Kegemarannya bermain kata-kata dengan selera humor yang tinggi membuatnya menjadi seorang legenda. Namanya juga tercantum dalam dongeng 1001 malam. Meski sering ngocol, ia adalah sosok yang jujur. Tak heran, bila dia disejajarkan dengan tokoh-tokoh penting dalam khazanah keilmuan Islam. Pada postingan berikutnya kita dapat menyaksikan kepiawaian Abu Nawas dalam menyelesaikan persoalan, mengritik pedas penguasa dengan bahasa humor. Tulisan ini disarikan dari beberapa sumber seperti buku, ebook, dan internet. Selamat menikmati.
, Selengkapnya...

Selasa, 28 Oktober 2008

Ebook Islami bag. 3

4. Bulughul Marom (Terjemahan Indonesia)

Penulis: Ibnu Hajar al 'Asqolani
Penerbit : Darul 'Aqidah, Mesir, cet. .1,1 423H /2003 M
Darul Kutub a1-'Ilmilyah, 1417 H11997 M
Judul Edisi Indonesia: TERJEMAHAN BULUGHUL MAROM
Penerjemah dan Muroja'ah: Ust. Badru Salam, Lc

Buluughul Marom merupakan salah satu karya fenomenal dari al-Hafizh lbnu IIajar al Asqolani. Setelah Syarah(penjelasan)Shohiih Al-Bukhori, yaitu Fathul Baari. Kitab ini beliau tulis berdasarkan hafalan beliau tanpa melihat ke kitab aslinya. Sungguh mulia beliau yang telah menghafal sekian ribu hadits lalu mengajarkannya Begitupun hingga kini berapa banyak ustadz dan kiai yang telah dan sedang mengajarkan kitab ini kepada kaum muslimin. Semua itu mudah mudahan Alloh membalas dengan kebaikan yang berlipat lipat ganda kepada al Hafizh Ibnu Hajar. Download Ebook Bulughul Marom Selengkapnya...

REKAM JEJAK ALUMNI MST PARABEK, HMD DT. Palimo Kayo

Dalam kesejukan pagi, pada tanggal 17 Shafar 1321 H, bertepatan dengan tanggal 10 Maret 1905 di Pahambatan, Balingka, Kecamatan IV Koto (Kabupaten Agam) lahirlah seorang putra yang kemudian diberi nama Mansur. Orang tua berbahagia yang menyambut kelahir¬an putranya kala itu adalah Syekh Daud Rasyidi dan Siti Rajab. Sebagai kepala keluarga, Syekh Daud Rasyidi sudah mengarahkan anaknya supaya taat beragama. Selain itu Syekh senantiasa beru-paya agar semua anak anaknya antara lain; Anah, Mansur, Miramah, Sa’diah, Makmur dan Afifah agar giat belajar.
Salah seorang putranya yaitu: Mansur Daud kemudian tumbuh dalam kerangka kemungkinan yang diberikan oleh latar belakang budaya serta lingkungan keluarga di sekitarnya.
Pembentuk pribadi muslim yang pengaruhnya langsung terhadap Mansur Daud sudah diberikan oleh ayahnya, yang pekerjaannya memang memberikan pengajian dan ceramah ceramah agama. Besarnya perhatian dalam keluarga terhadap pendidikan ini memacu semangat Mansur Daud untuk terus menekuni Islam.
Walaupun waktunya juga dibagi untuk kegiatan keseharian yang lainnya, tetapi, cikal bakal dirinya sebagai seorang pemimpin Muslim sudah mulai terlihat.
Usia tujuh tahun memasuki sekolah Desa di Balingka pada tahun 1912. Pendidikan ini hanya diikuti selama satu tahun. Selanjutn¬ya, beliau pindah ke Lubuk Sikaping dan melanjutkan ke Gouvern¬ment School sampai tahun 1915.
Mansur Daud meninggalkan Lubuk Sikaping, kemudian mempelajari agama Islam secara khusus di perguruan Sumatera Thawalib pada tahun 1917. Beliau langsung mendapat pendidikan dari ulama besar Haji Abdul Karim Amrullah (HAKA), sementara tetap mempelajari mata pelajaran agama pada Perguruan Islam Madrasah Diniyah di bawah asuhan Zainuddin Labay El Yunusi. Hampir seluruh waktunya diisi dengan mempelajari pendidikan agama Islam.
Usia Mansur Daud masih begitu muda ketika naik haji pada tahun 1923. Dalam usia yang belum cukup dua puluh tahun, beliau sudah menginjak kota suci Mekah serta langsung belajar agama Islam dengan Syekh Abdul Kadir Al Mandily. Salah seorang Imam Masjidil Haram itulah yang mendidik Mansur Daud selama lebih kurang satu tahun. Tetapi, lantaran adanya perang saudara di Mekah kala itu, Mansur Daud terpaksa kembali pulang ke Indonesia.
Kepulangan itu mengantarkannya kembali menuntut ilmu di perguruan Islam Sumatera Thawalib, Parabek Bukittinggi.
Selama tahun 1924, Mansur Daud mendalami agama di perguruan Islam yang diasuh oleh Ibrahim Musa Parabek. Suasana politik yang tak menentu, yakni menyebarnya pengaruh komunis ke dalam perguruan Sumatera Thawalib, membuat Mansur Daud memutuskan untuk menghindarinya.ahun 1925, Mansur Daud berangkat ke mancanegara, menuju India. Langkah ini ditempuhnya guna menghindari pengaruh komunis kala itu.Selama lebih kurang 5 (lima) tahun, H. Mansur Daud mengembara, menuntut ilmu di India. Pengembaraanya buat sementara ke mancane¬gara usai. Beliau pulang dan sempat singgah di Malaysia. Beliau langsung ke pulau Jawa.Setiba di Jawa Haji Mansur Daud bertemu dengan sejumlah tokoh pimpinan organisasi dan politik antara lain: H.O.S. Cokroaminoto, H. Agus Salim, K.H. Ahmad Dahlan, dan K.H. Fakhruddin. Sejak bergabung dengan beberapa tokoh itu, beliau terpacu untuk berkiprah dalam organisasi.
Aktifitas organisasi yang telah dimulainya sekembali dari India sejak tahun 1930 diwujudkan dalam suatu kongres di Sumatera Thawalib, Bukittinggi.
Kongres di Sumatera Thawalib itu mewujudkan Persatuan Muslim Indonesia (PMI). Peranan H. Mansur Daud dapat dikatakan penting. Terbukti dari Jabatan Sekretaris umum yang dipegangnya pada PMI sejak didirikan tahun 1930. H. Mansur Daud kemudian berperan dalam membentuk partai politik Indonesia yaitu Persatuan Muslim Indonesia (PERMI).
Periode penjajahan Jepang memperlihatkan kemajuan aktifitas H. Mansur Daud. Salah satu upayanya adalah membentuk badan koordi¬nasi alim ulama Minangkabau. Badan itu, Majlis Islam Tinggi (MIT), diketuai pertama kali oleh Sykeh Sulaiman Ar Rasuli, yang lebih dikenal dengan Inyiak Canduang.H. Mansur Daud, tetap eksis,terutama sejak M.I.T difusikan ke Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) di Yogyakarta pada bulan Februari 1946.Saat Masyumi mendapat tempat dengan keikutsertaan pada pemilihan umum pertama pada tahun 1955, HMD Datuk Palimo Kayo duduk di parlemen selama setahun sampai tahun 1956.
Karir politik HMD Datuk Palimo Kayo di tataran negara semakin melesat ketika pemerintah menunjuknya sebagai Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia (RI) untuk negara Irak sampai tahun 1960.Tanggal 3 Januari 1968, beliau turut mendirikan Yayasan Rumah Sakit Islam (YARSI). Upaya yang dilakukan melalui wadah sosial serupa itu kemudian semakin melengkapi pengabdian HMD Datuk Palimo Kayo dalam memperhatikan kesejahteraan rakyat.
Hingga akhir hayatnya, Buya HMD Datuk Palimo Kayo senantiasa teguh dalam sikap telitinya, meskipun terhadap hal sekecil sekalipun. Kenyataan tersebut diungkapkan oleh seorang mubalig yang giat mensyiarkan Islam H. Mas’oed Abidin. Tokoh ulama besar ini telah meninggalkan kita buat selama lamanya pada tahun 1988. Namun selama hayatnya beliau tetap memacu semangat dan militansi Islam yang tak kunjung padam.(Dikutip dari : Buya H. Mas'oed Abidin Weblog)
Selengkapnya...

REKAM JEJAK ALUMNI MST PARABEK, A. Gaffar Ismail

Setiap Senin malam di rumahnya, di Pekalongan, orang berduyun-duyun datang untuk mengikuti pengajian yang diadakan olehnya. ''Pengikut pengajian saya tidak hanya dari Pekalongan. Ada juga yang datang dari Semarang dan Linggarjati,'' komentarnya. Tidak heran bila di tahun 1929, oleh pemerintah Belanda ia dijuluki Ashadul Mimbar, atau macan mimbar.
Ayah Penyair Taufiq Ismail ini merupakan anak laki-laki tunggal di antara empat bersaudara. Ia dibesarkan dalam suasana keagamaan di pesantren Sumatera Thawalib (MST Parabek-Pen.). Bersama teman- temannya, antara lain Hamka, Gaffar kemudian menimba ilmu di pesantren yang punya pengaruh kuat di Sumatera Tengah.
Gaffar dikirim ke pesantren bukan ...

hanya karena ayahnya ahli membaca Kitab Suci Quran, tetapi juga karena ayahnya petani miskin. Untuk membiayai kehidupannya sehari-hari, di samping menuntut ilmu, Gaffar berjualan rokok keliling.''Waktu kecil saya ini nakal dan manja. Tahu nggak ., sampai saya lulus dari pesantren pun, tingkah laku saya selalu menjadi perhatian orang. Sehari-hari saya tidak mengenakan sarung dan pici, tetapi memakai celana panjang yang digulung sampai ke dengkul,'' ceritanya.
Teman-temannya di pesantren terdiri atas berbagai umur. Ada yang muda, ada pula yang sudah menikah. Mereka lalu mendirikan Gerakan Pelajar Sumatera Thawalib. Mula-mula hanya bergerak dalam bidang sosial dan ekonomi, tetapi kemudian mulai beranjak pada soal politik, karena didorong oleh pengaruh komunis yang makin merajalela di Sumatera Barat. Akhirnya, gerakan itu menjadi partai Permi (Persatuan Muslimin Indonesia).
Selain sibuk dalam kepartaian, Gaffar aktif sebagai Direktur Hoofd Kwartier Kepanduan Al Hilal. Dan sebagai alumnus pesantren, tahun 1932 Gaffar resmi menjadi guru agama berdasarkan undang-undang. Usianya saat itu baru mencapai 21 tahun. Tahun itu juga Gaffar menuju Pekalongan, Jawa Tengah.
Karena ia mempunyai pengaruh yang cukup luas dalam bidang agama dan politik, pemerintah Jepang ketika itu menaruh perhatian padanya. Juga karena ia ahli dalam bahasa Melayu, pemerintah Jepang memintanya bekerja di surat kabar Sinar Baru Shimbun, sebagai pemimpin redaksi.
Ketika istrinya meninggal, 22 Desember 1982, ia dan anak- anaknya sibuk mengurusi jenazah. Gaffar memandikan sendiri jenazah istrinya. Begitu pula ketika membaringkan jenazah, di liang lahad, ia dan anak-anaknya yang menata dengan baik jenazah istrinya itu.
Abdul Gaffar Ismail meninggal pada Agustus 1998, pada usia 87 tahun. Gaffar meninggalkan tiga anak: Taufiq Ismail, Ida Z Nasution, dan Rahmat Ismail, serta beberapa orang cucu.(sumber: Pusat data dan analisa Tempo)
Selengkapnya...

Jumat, 24 Oktober 2008

Ebook Islami bag. 2

3. Keutamaan Zikir dan Doa, Amru Khalid
Judul Asli : Az-Zikr wa ad-Du’a
Penulis : Amru Khalid
Penerjemah :
Fuad S. N.
PT. Kuwais International
Jl. Bambu Wulung No. 10, Bambu Apus
Cipayung, Jakarta Timur 13890
Telp. 84599981
Imam Ibnul Qayyim berkata, “Di dalam hati selalu terdapat keruwetan
yang tidak dapat diuraikan kecuali dengan mengadu kepada Allah Swt. Di
dalam hati terdapat duka cita yang tidak dapat dihilangkan kecuali dengan
berkhalwat mengingat Allah. Di dalam hati terdapat kesedihan yang tidak
ada pelipurnya kecuali dengan kegembiraan akan makrifat dan hubungan
yang tulus dengan Allah. Di dalam hati terdapat kegundahan yang tidak
dapat dihilangkan kecuali dengan mengadu kepada Allah. Di dalam hati terdapat kobaran api keluh kesah yang ...
tidak dapat dipadamkan kecuali dengan sikap ridha atas perintah, larangan, dan qadha Allah serta sikap sabar terhadap itu semua sampai akhir hayat. Hati juga selalu berisi tuntutan yang tidak dapat dihentikan kecuali dengan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan sejati. Di dalam hati juga terdapat hasrat yang tidak dapat terpuaskan kecuali dengan mencintai Allah, selalu berzikir, dan ikhlas pada-Nya. Seandainya dunia dan seisinya diberikan, maka itu tidak
akan dapat memuaskan kebutuhan.”
Oleh sebab itu, doa menjadi salah satu ibadah yang terindah. Dengan
doa, setiap hati dapat mengadu kepada Allah untuk menghilangkan
keruwetan, kesepian, kesedihan dan rasa sesal di hati. Download ebook Keutamaan zikir dan doa
Selengkapnya...

Tips jitu hilangkan read more pada postingan singkat


Menghilangkan read more pada postingan pendek ternyata sangat gampang sekali. Setelah melakukan uji coba berkali-kali, dengan penuh semangat serta segelas kopi. Akhirnya tanpa sengaja menemukan tips jitu, terima kasih untuk kang Rohman (guru virtual blog ana). Tipsnya adalah mengetikkan diakhir posting dalam format edit html seperti digambar Selengkapnya...

Kamis, 23 Oktober 2008

Menelusuri Jejak Ulama Inyiak Parabek, Kitab Bermazhab Syafi’i Tapi Bukan NU

Nama besar Sumatera Thawalib Parabek sudah dikenal sejak lama. Bukan saja di Indonesia, tetapi sampai ke luar negeri. Sekolah ini telah melahirkan tokoh-tokoh ternama, sebut saja Adam Malik (Wakil Presiden RI), Buya HAMKA (Ketua MUI), Buya Dt. Palimo Kayo (Ketua MUI Sumbar), Buya Yunan Nasution (DDI),

KH. Ghafar Ismail (Ulama Pekalongan), A. Kamal SH (mantan Walikota Bukittinggi), Misbah Malim, LC M.A. (DDI Pusat) dan banyak lagi yang lainnya. Pelajar Sumatera Thawalib berasal dari berbagai daerah di Sumatera (Riau, Jambi, Palembang, Medan, Aceh). Mereka datang untuk mendalami kitab kuning yang menjadi spesialisi dari Inyiak Parabek.

Khususnya tata cara penetapan hukum berdasarkan Al quran dan hadist Rasulllah SAW atau yang dikenal dengan istinbat. Dulunya, para ulama punya spesialisasi ilmu tersendiri. Inyiak Canduang fasih dalam masalah fiqih, ushul fikih di Parabek, spesialis bahasa di Padangpanjang. Antara Inyiak Parabek dengan Inyiak Padangpanjang merupakan kawan seperguruan di Mekah, bersama Syech Ahmad Khatib, urang awak asal Batutaba yang menjadi Imam besar di Masjidil Haram.
Ketika kembali ke Minangkabau, Inyiak Parabek mendirikan Sumatera Thawalib di Parabek, Inyiak Karim Amarullah (orangtua Buya Hamka) mendirikan Thawalib di Padangpanjang. Berdirinya Madrasah tahun 1910 dimulai dengan halaqah di Parabek. Lama pendidikannya variatif bahkan ada yang mencapai 11 tahun. Namun sejak tahun 1980 sampai sekarang menjadi 6 tahun. Bedanya, sekarang ada pendidikan Takhashus. Jadi murid Parabek yang telah tamat tapi merasa belum puas dengan ilmunya bisa menambah pendidikan non formal.

Ada yang menarik dari Madrasah Thawalib Parabek. Menurut Wakil Pimpinan Pondok Pesantren Sumatera Thawalib Parabek, Buya Deswandi, sekalipun Thawalib lebih banyak menggunakan kitab bermazhab Syafei tetapi posisinya netral (tidak Muhammadiyah, bukan pula NU). Syekh Ibrahim Musa selalu menekankan prinsip “pelajari semua, amalkan satu”. Ciri khas lainnya lebih menitikberatkan pada ilmu alat (Nahu, Sharaf, ushul fiqh, balaghah). Jadi mengkaji agama dengan memakai alat.

“Orang sekarang terlalu berani menafsirkan Alquran. Seringkali hanya berbekal sedikit bahasa Arab lantas menafsirkan Alquran. Padahal, untuk menterjemahkan Alquran harus menguasai bahasa, sastra dan ilmu balaghah. Kalau tidak demikian, bisa sesat. Dulunya sangat ditekankan, selesai dulu ilmu alat, baru bisa berfatwa,” jelas Deswandi. Untuk menjaga kelanjutan perguruan, Sumatera Thawalib menerapkan disiplin ketat. Semua guru Parabek adalah guru tetap dan dilarang melamar menjadi PNS. Pokoknya tidak boleh ada guru sambilan. Ini sangat prinsipil karena orang memasukkan anaknya ke Parabek untuk sebuah pencapaian masa depan yang lebih baik.Agar guru bertahan, pihak perguruan memberikan fasilitas dan sarana yang memadai. Kini perguruan yang sudah berumur ratusan tahun itu memiliki 570 murid yang berasal dari Malaysia dan seluruh Sumatera.

Sekolah ini memiliki 29 orang guru tetap, 3 orang Syekh Madrasah, dan 12 orang karyawan. Bahkan saat ini, Sumatera Thawalib Parabek juga mempunyai tenaga pengajar dari Mesir, yakni DR. Hamdi Sulaiman, yang dikirim langsung dari Mesir oleh Al Azhar University.

Dikirimnya tenaga Mesir itu, menurut Buya Deswandi, karena mahasiswa dari Sumatera Thawalib Parabek yang kuliah di Al Azhar University memiliki prestasi sangat bagus. Mereka mampu mengalahkan mahasiswa lainnya yang berasal beberapa negara termasuk dari Arab dan Yaman. Padahal dari segi penguasaan bahasa, jelas Arab dan Yaman lebih menonjol. Namun mahasiswa dari Parabek itu mampu menjadi yang terbaik.

Sebagai pendiri Sumatera Thawalib Parabek dan sekalipun pernah menegaskan tanpa aliran politik Syekh Ibrahim Musa pernah berkarir anggota Dewan Konstituante RI tahun 1956. Di luar itu sebagai Ketua Majelis Fatwa dan Syura Sumatera Tengah,, anggota Dewan Kurator Universitas Andalas, Anggota Majelis Islam Tinggi di Bukittinggi 1947, Pengurus Persatuan Guru Agama Islam (PGAI) Sumatera Barat, Dosen Perguruan Tinggi Darul Hikmah dan lainnya.

Inyiak Parabek boleh saja meninggalkan Thawalib, namun Sumatera Thawalib Parabek tetap menjadi pusat pendidikan unggulan. Konsen untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan integratif antara ilmu agama dan umum, berkualitas dan mampu bersaing. Tak kalah penting lulusan yang memiliki jiwa kepemimpinan yang agamis.
Dikutip dari: Padang Ekspres
Selengkapnya...

Sofware untuk membaca Ebook

Untuk membaca ebook yang ada di blog ini dibutuhkan software pembaca dokumen yang berektensi .pdf, diantaranya :

1. Adobe Reader
Developer: Adobe
Lisensi: Freeware (Gratis)
OS: Windows 2000/XP/2003/Vista/XP64/Vista64
Ukuran File : 33.5MB

Adobe Reader adalah perangkat lunak gratis yang memungkinkan anda membuka, melihat, dan mencetak file-file PDF (Adobe Portable Document Format)
Fitur-fitur yang ada di Adobe Reader :
+ Menghadirkan performa yang lebih baik dalam hal waktu launching yang lebih cepat dan pembesaran yang real-time.
+ Memungkinkan anda mengisi dan mengirimkan formulir PDF dari berbagai perkakas.
+ Membantu anda mendownload dan mengelola edisi digital (biasanya disebut eBooks) ke berbagai perkakas, dengan dukungan penuh pada tampilan portrait atau landscape.
+ Memungkinkan anda menampilkan dan berbagi kartu elektronik dan tampilan slide dari Adobe Photoshop Album, dan mengekspor gambar untuk pemrosesan foto secara online.
Download


2. FOXIT READER 2.3
Developer : ©2008 Foxit Software Company, LLC.
License : Freeware (Gratis)
OS : Windows , Mac, Unix
Ukuran file: 2627 KB
adalah perangkat lunak gratis yang memungkinkan anda membuka, melihat, dan mencetak file-file PDF.
Download
Selengkapnya...

Ebook Islami Bag. 1

1. Hasan Al-Banna, Sang Inspirator.
- Judul Asli : Hasan Al-Banna Al-Mulham Al-Mauhub
- Penulis : Umar al-Tilmisani
- Penerjemah :
Arya Noor Amarsyah
PT. Kuwais International
Jl. Bambu Wulung No. 10, Bambu Apus
Cipayung, Jakarta Timur 13890
Telp. 84599981

Hasan Al-Banna memiliki kepribadian yang cemerlang. Kepribadiannya senantiasa bersinar di dalam perjalanan dakwahnya. Tak seorangpun dapat melupakan kepribadiannya. Bagaimana kita dapat melupakan seseorang yang mempunyai pengaruh besar di dalam dakwah di akhir abad ini. Beliau curahkan seluruh hidupnya untuk masyarakat. Ia siap untuk mati syahid
di medan dakwah. Padahal usianya belum lagimencapai 40 tahun. Sehingga pada saat itu, bumi dipenuhi dengan dakwah Ikhwanul Muslimin. Dakwah Ikhwanul Muslimin menjadi tempat pengkaderan orang-orang yang ingin berjuang di jalan Allah. Buku sangat menarik untuk dibaca untuk dijadikan ibrah dalam berdakwah.
Download ebook Hasan AlBanna

2. Fatwa Kontemporer, Yusuf Qardhawi

Lahir di sebuah desa kecil di Mesir bernama Shafth Turaab di tengah Delta pada 9 September 1926. Usia 10 tahun, ia sudah hafal al-Qur'an. Menamatkan pendidikan di Ma'had Thantha dan Ma'had Tsanawi, Qardhawi terus melanjutkan ke Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin. Dan lulus tahun 1952. Tapi gelar doktornya baru dia peroleh pada tahun 1972 dengan disertasi "Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan", yang kemudian di sempurnakan menjadi Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat konprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.

Sebab keterlambatannya meraih gelar doktor, karena dia sempat meninggalkan Mesir akibat kejamnya rezim yang berkuasa saat itu. Ia terpaksa menuju Qatar pada tahun 1961 dan di sana sempat mendirikan Fakultas Syariah di Universitas Qatar. Pada saat yang sama, ia juga mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi. Ia mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha sebagai tempat tinggalnya.

Dalam perjalanan hidupnya, Qardhawi pernah mengenyam "pendidikan" penjara sejak dari mudanya. Saat Mesir dipegang Raja Faruk, dia masuk bui tahun 1949, saat umurnya masih 23 tahun, karena keterlibatannya dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin. Pada April tahun 1956, ia ditangkap lagi saat terjadi Revolusi Juni di Mesir. Bulan Oktober kembali ia mendekam di penjara militer selama dua tahun.

Qardhawi terkenal dengan khutbah-khutbahnya yang berani sehingga sempat dilarang sebagai khatib di sebuah masjid di daerah Zamalik. Alasannya, khutbah-khutbahnya dinilai menciptakan opini umum tentang ketidak adilan rejim saat itu.

Qardhawi memiliki tujuh anak. Empat putri dan tiga putra. Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan anak-anaknya untuk menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderungan masing-masing. Dan hebatnya lagi, dia tidak membedakan pendidikan yang harus ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki-lakinya.

Salah seorang putrinya memperoleh gelar doktor fisika dalam bidang nuklir dari Inggris. Putri keduanya memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia juga dari Inggris, sedangkan yang ketiga masih menempuh S3. Adapun yang keempat telah menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Texas Amerika.

Anak laki-laki yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di Amerika, yang kedua belajar di Universitas Darul Ulum Mesir. Sedangkan yang bungsu telah menyelesaikan kuliahnya pada fakultas teknik jurusan listrik.

Dilihat dari beragamnya pendidikan anak-anaknya, kita bisa membaca sikap dan pandangan Qardhawi terhadap pendidikan modern. Dari tujuh anaknya, hanya satu yang belajar di Universitas Darul Ulum Mesir dan menempuh pendidikan agama. Sedangkan yang lainnya, mengambil pendidikan umum dan semuanya ditempuh di luar negeri. Sebabnya ialah, karena Qardhawi merupakan seorang ulama yang menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Semua ilmu bisa islami dan tidak islami, tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya. Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qardhawi, telah menghambat kemajuan umat Islam.


Download ebook Fatwa Kontemporer
Selengkapnya...

Selasa, 21 Oktober 2008

Alumni MST Parabek mendapatkan Bea Siswa Santri Berprestasi

Departemen Agama RI melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam memberikan Beasiswa Santri Berprestasi. Pada tahun 2008 ini tercatat 2(dua) orang alumni Sumatera Thawalib Parabek mendapatkan beasiswa tersebut, yaitu :
1. FADHLI LUKMAN, yang mengambil kuliah di Jurusan Tafsir-Hadis, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN)Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
2. SISKA HANDAYANI, ang mengambil kuliah di Jurusan Tafsir-Hadis, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN)Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Pada tahun 2007, tercatat 3 (tiga) orang alumni Sumatera Thawalib Parabek mendapatkan beasiswa yang sama, yaitu:
1. ALFI HUSNI, yang mengambil kuliah di Jurusan Jurusan Ahwal Al-Syahsiyyah, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel, Surabaya.
2. ANGGI SEPRIYARDI, yang mengambil kuliah di Jurusan Jurusan Ahwal Al-Syahsiyyah, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel, Surabaya.
3. YUHELMIRA, yang mengambil kuliah di Jurusan Jurusan Ahwal Al-Syahsiyyah, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel, Surabaya.
(Sumber: Direktorat Pendidikan Diniyah & Pondok Pesantren, Departemen Agama RI.)
Selengkapnya...

REKAM JEJAK ALUMNI MST PARABEK, Hamka


Hamka, Istiqamah

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan HAMKA dilahirkan dari pasangan Haji Karim Amrullah (Inyiak DR) dan Siti Safiah. Beliau lahir di Sungai Batang , Maninjau 17 Februari 1908 bertepatan dengan 14 Muharram 1326.
HAMKA mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga Darjah Dua. Ketika usia HAMKA mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ HAMKA mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. HAMKA juga belajar di Sumatera Thawalib Parabek dengan bimbingan Syekh Ibrahim Musa yang juga merupakan sahabat dari ayahnya (inyiak DR). Ia juga mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syekh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjoparonto dan Ki Bagus Hadikusumo.
Atas dorongan kawan-kawanya, pada usia 19 tahun tanpa sepengetahuan ayahnya HAMKA berangka naik haji melalui Medan. Dengan uang pas-pasan untuk tiket kapal pulang-pergi, dia tinggal di Mekah dan bekerja selama 1 tahun. Setahun kemudian ia pulang ke Medan dan diantar oleh Haji Yusuf Amrullah (adik bapaknya)pulang ke kampung halamannya. Ayahnya (Inyiak DR) sempat menitikkan air mata ketika tahu si Malik (maksudnya Hamka) sudah jadi haji. Padahal sang ayah pernah bertekad untuk mengantar HAMKA untuk naik haji pada usia 10 tahun, namun tidak terlaksana karena hubungan keduanya kurang mesra. Ingat tekat ayahnya itulah HAMKA ke Tanah Suci walau dengan segala keterbatasan finansial. Inilah yang mebuat ayahnya terharu dan menitikkan air mata.
Pada masa orde baru Tahun 1981, Majelis Ulama Indonesia Indonesia menyatakan bahwa "Natal bersama adalah Haram", pernyataan ini ditanda-tangani oleh beliau selaku Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Fatwa ini ibarat nada sumbang dalam orkestra Orde Baru, Alamsjah Ratuprawiranegara menteri Agama saat itu meminta agar fatwa tersebut dibatalkan. Namun HAMKA tetap Istiqamah dengan pendiriannya, ia memilih mundur dari MUI dari pada mencabut fatwa "haram natal bersama". Pada kesempatan lain HAMKA juga mengecam pembangunan Kota Jakarta dengan dana dari hasil judi dibawah kepemimpinan Ali Sadikin. Beliau tetap Istiqamah, beliau tidak takut akan bahaya kalau bersebrangan dengan pemerintah ORBA dan beliau hanya takut semata-mata kepada Allah.
Hamka pernah bertanya kepada ayahnya ketika Inyiak DR menolak "Keire" (membungkuk memhormati kaisar Jepang). "Apakah Ayah tidak takut disiksa atau dipotong leher oleh Kempetai (tentara) Jepang? Inyiak DR menjawab "ayah tidak takut meskipun harus berpisah leher ini dengan badan, tapi ayah takut akan pertanyaan setelah leher ini dipotong (maksudnya hari Kiamat). (Ditulis dari berbagai sumber, media cetak, internet maupun media lainnya)
Selengkapnya...

REKAM JEJAK ALUMNI MST PARABEK, Adam Malik


Adam Malik, Hidup bukan untuk makan tapi untuk berjuang.

ADA salah satu ucapan Adam Malik yang sering diulangnya. "Hidup bukan untuk makan, tapi untuk berjuang". Sampai ia meninggal, 5 September 1984, Adam Malik seakan ingin terus membuktikan ucapannya itu. Sekalipun secara medis kanker hati yang dideritanya diperkirakan tak akan tersembuhkan, ia tetap optimistis.Dan terus berjuang. Sampai saat-saat terakhirnya la masih terus berbicara mengenai masalah bangsa, negara,danperjuangan.

Nasib rakyat memang menjadi obsesi Adam Malik sejak ia masih remaja. Lahir di Pematangsiantar, 1917,Adam Malik sempat menyelesaikan sekolah HIS karena ayahnya, Haji Abdul Malik, seorang pedagang yangtergolong mampu. Setelah setahun belajar di Sekolah Agama Parabek di Bukittinggi, ia berpindah ke sekolah agama lain, AlMasrullah, di Tanjungpura, Langkat. Di sini Adam Malik merasa tak betah dengan suasana feodalnya. Ia keluar dan, agar lebih leluasa bergerak, membuka sebuah toko cabang milik ayahnya. "Toko Murah itu sendiri bagi saya bukanlah tujuan, tapi hanya alat untuk mencapai tujuan," tulis Adam Malik dalam bukunya Mengabdi Republik.

Dizaman Jepang Adam Malik aktif bergerilya dalam pergerakan pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 agustus, bersama Sukarni, Chairul Saleh dan Wikana, Adam Malik pernah menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memaksa mereka memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia.

Kemahirannya memadukan diplomasi dan media massa mengantarkan beliau menimba berbagai
pengalaman, sebagai Duta besar, Menteri, Ketua DPR hingga menjadi Wakil Presiden. Pada akhir 1950, beliau sebagai Duta Besar Indonesia untuk Uni Soviet dan Polandia. Beliau merupakan ketua Delegasi RI dalam perundingan Indonesia- Belanda, untuk penyerahan Irian Barat di tahun 1962. Pada saat menjabat sebagai Menteri Luar Negeri pada periode 1966 - 1978, bersama para Menteri Luar Negeri dari Filipina, Malaysia, Singapura dan Thailand, beliau turut mempelopori terbentuknya ASEAN di Bangkok, Thailand pada tahun 1967. Beliau juga mendapatkan kepercayaan sebagai Ketua Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa ke-26 pada tahun 1971-1972 di New York, Amerika Serikat.

Banyak jabatan penting yang telah diemban oleh beliau, namun diakhir hayatnya mantan wapres Adam Malik hanya menggunakan pakaian kaus oblong dan sarung Bugis biru.
(Ditulis dari berbagai sumber, baik media cetak, internet maupun media lainnya)
Selengkapnya...

Kamis, 16 Oktober 2008

Mandi "Sabatang Sabun"

Sekolah di "Parabek" (maksudnya MST Parabek) memiliki banyak kenangan. Karena kebersamaan dengan kawan-kawan sekolah cukup lama yaitu 6 tahun. Kawan-kawan memiliki perangai yang unik dan terkadang "bandel". Pengalaman ini terjadi sekitar tahun 1986, dimana kami masih kelas 6, saat itu kami tidak sedang belajar karena ada guru yang tidak bisa masuk. Untuk mengisi kekosongan kami main "takraw" (sepak takraw) didepan asrama baru yang berhadap-hadapan dengan ruang belajar kelas 5. Saking asiknya main takraw kami ketawa dan bercanda yang membuat suasana hiruk pikuk dan tidak menyadari bahwa anak kelas 5 cukup terganggu dengan suara-suara kami. Tiba-tiba di ujung gang kelas 6 datang alm. Inyiak Ibrahim, kami yang bermain langsung kaget dan menghentikan permainan. Melihat kami telah menghentikan permainan, inyiak (kami menyebut inyiak untuk alm. Ustad Ibrahim untuk membedakan dengan "Inyiak Syekh" untuk alm. Inyiak Syekh Ibrahim Musa, karena dua-duanya menggunakan nama Ibrahim), kembali mengajar ke kelas 5. Kawan-kawan melihat inyiak pergi, kembali melanjutkan permainan takraw. Mungkin saking asik main takraw, suara gaduh kembali terjadi, tentu mengganggu adik-adik yang lagi belajar di kelas 5. Inyiak kembali datang kelapangan permainan dan mengambil "net" takraw dan membawanya kekelas tempat ia mengajar. Alhasil permainan takraw tidak bisa dilakukan lagi. Tiba-tiba ada seorang kawan mengambil batu dan melempari atap tempat belajar anak kelas 5. Kejadian ini mengakibatkan kami tidak belajar dengan inyiak selama 2 hari. Pada hari ketiga inyiak masuk ke kelas kami dan membawa net takraw dan berkata : "Yang salah dalam kejadian tempo hari bukan net ini tapi adalah syaithan. Syaithan itu terbuat dari api maka untuk menghukum syaithan yang ada dalam di kalian maka harus dengan air. Siapa saja yang ikut main takraw 3 hari yang lalu silahkan mandi di "tabek" yang ada didepat perpustakaan". Kami yang ber 7 orang dibekali sebatang sabun cuci dan mandi sampai sabun tersebut habis. Itulah sekelumit ingatan saya tentang Madrasah Sumatera Thawalib Parabek. Selengkapnya...

Rabu, 15 Oktober 2008

Cara Pengisian Formulir secara Online

1. Klik Form registrasi di Form Registrasi Alumni

2. Ikuti prosesseperti di gambar berikut :

Selengkapnya...

Senin, 13 Oktober 2008

Inyiak Parabek

Syekh Ibrahim Musa dilahirkan di Parabek, Bukittinggi pada tahun 1882. Setelah belajar pada beberapa perguruan, pada umur 18 tahun ia berangkat ke Mekah dan belajar di negeri itu selama 8 tahun. Ia kembali ke Minangkabau pada tahun 1909 dan mulai mengajar pada tahun 1912. kemudian ia berangkat lagi ke Mekah pada tahun berikutnya dan kembali pada tahun 1915. Saat itu ia telah mendapat gelar Syekh Ibrahim Musa atau inyiak Parabek sebagai pengakuan tentang agama. Syekh Ibrahim Musa tetap diterima oleh golongan tradisi, walaupun ia membantu gerakan pembaruan. Ia menjadi anggota dua organisasi Kaum Muda dan kaum Tua, yaitu Persatuan Guru Agama Islam (PGAI) dan Ittihadul Ulama. (dikutip dari http://www.cimbuak.net/content/view/1297/5/) Selengkapnya...

Silaturrahmi 2

Hari Selasa, 7 Oktober 2008, silaturrahmi berlanjut. Alhamdulillah, singgah ke Taluk pengurus Madrasah Sumatera Thawalib Parabek. Ustad Masyrur, Uda Deswandi, Zulfahmi dan Angku Doktor. Cerita lama tetap mengalir, nostalgia sekolah di Parabek seperti tidak akan habis diceritakan. Namun silaturrahmi kali ini cukup serius untuk membicarakan "100 tahun Madrasah Sumatera Thawalib, Parabek". Memakai istilah "urang awak" yaitu "mambangkik batang tarandam". Banyak ide yang muncul dari silaturrahmi, diantaranya : seminar, reuni akbar, pembentukan BMT, penerbitan buku 100 tahun MST Parabek dan sebagainya. Mudah-mudahan rencana-rencana dalam rangka 100 tahun dapat terwujudkan dan memberikan kontribusi yang besar bagi Madrasah Sumatera Thawalib, Parabek. Selengkapnya...

Silaturrahmi 1

Momen lebaran adalah momen penting dalam membangun silaturrahmi. Lebaran ke IV, tepatnya hari Sabtu, 4 Oktober 2008, kami berkumpul di Taluk, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam. Hadir saat itu alumni Sumatera Thawalib Parabek tahun 1987, diantaranya; Ardinal "nanan" Hasan, Bahrison, Fauziah Amir, Ferawati, Indra Yunaidi, Ismail, Maimun, Rina, dan Wita Melati. Juga hadir alumni tahun 1988; Akhyar Hanif, Elfirahmi, dari alumni 1989 hadir Taufiqurahman. Rasa "taragak" berkumpul dengan kawan-kawan alumni akhirnya terpenuhi. Walaupun silaturrahmi (mungkin lebih cocok dibanding "reuni", karena lebih Islami) tidak dihadiri banyak alumni dari beberapa angkatan namun kehangatan silaturrahmi tidak berkurang. Cerita-cerita jaman sekolah itu mengalir, mulai dari "nanan"(Ardinal), Angku Doktor (Ismail) dan Bahrison, sedangkan saya lebih banyak tertawa daripada bercerita (karena tidak terlalu pintar bercerita). Cerita-cerita silih berganti diceritakan oleh kawan-kawan maupun adik-adik yang tamat belakangan. Silaturrahmi ini berlangsung cukup lama, hampir 6 (enam) jam, namun seperti berlangsung beberapa menit saja. Insya Allah Idul Fitri tahun depan (1430 H) silaturrahmi akan diadakan dirumah Ardinal "nanan" Hasan. Taqabbalallahu Minna wa Minkum. Selengkapnya...